Akankah kali ini "Papa Minta Saham " LOLOS LAGI " oleh KPK??

Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi meragukan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama kliennya yang beredar. Hingga saat ini, baik Setnov maupun tim kuasa hukum belum menerima SPDP dari KPK.

"Saya tanya Pak SN 'Pak, saya loh belum diterima. Sehingga apa yang diedarkan itu saya saya berasumsi itu enggak benar, itu hoax," kata Fredrich di kantornya, Gandaria, Jakarta, Selasa (7/11).

Menurut Fredrich, pengumuman Setnov akan kembali menjadi tersangka baru hanya bisa dilakukan oleh Jubir KPK. Dia berterima kasih kepada Jubir KPK Febri Diansyah karena telah meluruskan bahwa KPK belum mengeluarkan SPDP Setnov.

"Yang berhak mewakili institusi itu jubir. Itu mewakili institusi. Mau direktur mau deputi tidak berwenang. Jadi saya tetap mempercayakan kepada jubir. apapun katanya ini silakan," terangnya.

Dia menduga ada pihak ingin membuat kegaduhan dengan menyebarkan SPDP yang kabarnya diteken Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman tersebut. Beredarnya SPDP baru itu, kata dia, seolah ingin membenturkan kuasa hukum Setnov dengan KPK.

"Ini adalah upaya yang meleparkan batu pada kolam air ingin mngakibatkan Seolah-olah kegaduhan dalam masyarakat," ujar Fredrich.

Jika KPK nekat mengeluarkan sprindik baru, kata dia, kuasa hukum Setnov akan melaporkan 5 pimpinan KPK ke polisi. Tak tanggung-tanggung, Fredrich berencana menjerat 4 pasal sekaligus kepada KPK. Pertama yakni pasal 216 KUHP. Adapun pasal 216 menjelaskan, barang siapa yang tidak menuruti perintah atau peraturan menurut UU.

Kedua dengan pasal 421 KUHP yang isinya seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

"Bila ada pihak KPK yang nekat melakukan penyidikan ulang terhadap Pak Setnov dengan objek yang sama, saya akan jerat dengan 216 KUHP, 421 KUHP," tegasnya.

Kemudian, pihaknya juga akan mengenakan pimpinan KPK dengan UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Serta pasal 414 KUHP, bunyinya Seorang pejabat yang dengan sengaja meminta bantuan Angkatan Bersenjata untuk melawan pelaksanaan ketentuan undang-undang, perintah penguasa umum menurut undang-undang, putusan atau surat perintah pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

"Dan pasal 23 UU 31 tahun 1999 itu dalam pelaksaanaan tipikor barang siapa melanggar 216 dan 421 itu akan dihukum 6 tahun. Kalau 414 dengan bantuan kekuatan angkatan bersenjata. Barang siapa yang melawan putusan pengadilan maka diancam hukuman 9 tahun," tukasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

jembatan SEI RAKYAT " RUNTUH" akankah dibiarkan?

Metode al-mahera

Ustadz Abdul Somad tengah jadi buah bibir